’Sudah mencoba minum susu unta?’’ tanya Adam, seorang mukimin kepada saya dan kawan-kawan.
‘’Belum. Di mana tempatnya?’’ Saya balik bertanya.
‘’Tempatnya di Hudaibiyah, di sana ada peternakan unta,’’ kata Adam yang juga petugas haji Indonesia.
Kamis (4/10) siang, saya dan rombongan petugas Media Center Haji daerah kerja Makkah berangkat menuju Hudaibiyah. Daerah ini berada di luar Tanah Suci, Makkah. Jarak antara Hudaibiyah dan Makkah al-Mukaramah sekitar 22 kilometer.
Sepanjang jalan menuju wilayah barat Makkah itu terhampar padang pasir. Di sejumlah titik terdapat pertenakan unta. Di sinilah saya baru pertama kali melihat unta, selama dua pekan berada di Tanah Suci.
Unta-unta itu dipelihara oleh gembala yang di sekitarnya membuat gubug seadanya. Peternakan unta itu terletak di jalur sebelah kiri jalan menuju Hudaibiyah. Kami tak langsung menepi di peternakan itu, karena waktu Dzuhur sudah tiba.
‘’Kita cari dulu masjid untuk shalat,’’ kata Zaini Haji Abdullah, sopir yang mengantar kami. Tibalah kami di sebuah masjid yang lumayan besar. Seorang pria Arab melambai-lambaikan tangan mengajak kami berhenti untuk shalat terlebih dulu.
Saya pun mengambil wudhu. Berbeda dengan di kota Makkah, air di tempat itu terasa asin. Begitu masuk, imam masjid Hudaibiyah menyapa saya, ‘’Indonesia?’’ Ia pun menyambut hangat kedatangan kami. ‘’Mabrur… mabrur…’’ ujarnya.
Seusai shalat, saya bertanya kepada Zaini, ‘’Di mana tempat Rasulullah SAW melakukan perjanjian Hubaibiyah?’’ Pria berdarah Lombok kelahiran Makkah itu menyebut masjid itu sebagai saksi Perjanjian Hudaibiyah.
Subhanallah, saya tak menyangka bisa shalat dan singgah di tempat bersejarah ini. Tempat yang pernah saya tulis dalam rubrik ‘’Situs” Islam Digest itu akhirnya bisa saya tapaki. Di tempat inilah, pada tahun keenam Hijiriyah, Rasulullah SAW beserta umat Islam pernah mengalami sebuah peristiwa penting.
‘’Di tempat itulah terjadi sebuah peristiwa penting bernama Baiatul ar-Ridhwan,’’ tutur Dr Syauqi Abu Khalil dalam bukunya bertajuk Athlas al-Hadith al-Nabawi, Hudaibiyah. Menurut kitab Nasbu Harb, Hudaibiyah adalah nama sebuah sumur.
Dalam kitab Zaadul Ma’ad disebutkan, sisi-sisi Hudaibiyah sebagian kecil termasuk perbatasan Tanah Haram Makkah. Di tempat itulah terjadi sebuah peristiwa penting yang dicatat sejarah peradaban Islam, yakni Perang Hudaibiyah dan Perjanjian Hudaibiyah.
Peristiwa bersejarah di Hudaibiyah terjadi pada bulan Zulqadah di tahun keenam Hijriah. Saat itu, Rasulullah bersama umat Islam yang tinggal di Madinah hendak menunaikan umrah ke Makkah.
Upaya Rasulullah dan umatnya untuk umrah di Makkah berusaha dijegal kaum Quraisy. Sesungguhnya. Nabi SAW sudah mengetahui bahwa kaum Kafir Quraisy akan mengganggu perjalanan ibadah umat Muslim yang telah enam tahun tak mengunjungi Ka’bah.
Rasulullah SAW pun menyeru semua penduduk desa untuk ikut berumrah ke Makkah. Namun, seruan itu ditolak oleh penduduk desa. Dalam Tafsir ath-Thabari karya Imam ath-Thabari, penduduk desa yang menolak seruan Rasulullah SAW untuk berumrah ke Makkah itu berasal dari suku badui Madinah, yakni Juhainah dan Muzainah.
Alquran mengabadikan penolakan suku Badui itu dalam surah al-Fath (48) ayat 11. Akhirnya, kaum Muhajirin dan Anshar saja yang berangkat umrah ke Ka’bah di Makkah. Dalam Fathul Bari disebutkan, jumlah kaum Muslim yang umrah bersama Rasulullah SAW itu mencapai 1.400 orang.
Kaum Muslim lalu menunaikan shalat di Dzul Hulaifah dan berihram umrah dari tempat itu. Setelah mencapai Rauha berjarak 73 kilometer dari Madinah, Rasulullah SAW mengirimkan mata-mata ke Makkah bernama Bisr bin Sufyan al-Kabi ke Makkah.
Menurut laporan dari sang mata-mata, kafir Quraisy siap berperang dan menolak kehadiran kaum Muslim memasuki Makkah. Rasulullah SAW dan para sahabat bertekad untuk tetap melanjutkan perjalanan umrah ke Makkah.
Kaum Muslim sempat shalat Khauf di Usfan. Ketika itu pasukan kuda kaum musyrik yang dipimpin Khalid bin Walid merangsek mendekati kaum Muslim. Kaum Muslim berupaya menghindari bentrokan.
Rombongan Nabi SAW akhirnya tiba di Hudaibiyah. Tekad bulat kaum Muslim yang siap mati membela agama Allah SWT membuat kaum Quraisy gentar. Mereka pun memilih berdamai dengan sebuah perjanjian yang di kenal dengan Perjanjian Hudaibiyah.
Setelah menelusuri masjid bersejarah itu, kami melanjutkan perjalanan menuju peternakan unta. Sayang, siang itu susu unta yang kami cari tak ada.
‘’Wah, nggak jadi nih minum susu untanya,’’ cetus Riko Noviantoro, wartawan Indopos.
Meski belum sempat mencoba minum susu unta, tapi rasanya ada kepuasan tersendiri bisa menapaki jejak tempat bersejarah di Hudaibiyah.