health

vehicles

business

Login Email Sahara Kafila
Google Account
Username:
Password:
/ / Unlabelled / Asik menanjat Gua Tsur


Gua Tsur.  Tempat bersejarah yang terdapat di Kota Makkah ini menjadi salah satu tujuan wisata para jamaah haji dan umrah saat berada di Tanah Suci.  Gua Tsur terletak di puncak Gunung Tsur.

Gunung yang tinggi 458 meter itu  berada di sebelah selatan kota Makkah Al-Mukarramah.   Di gua itulah Rasulullah SAW bersama Abu Bakar  Shiddieq bersembunyi selama  tiga hari dari kejaran  kaum kafir Quraisy, ketika hijrah ke Madinah Al-Munawwarah. 

Sabtu (13/10) siang,  saya bersama rombongan petugas Media Center Haji mengunjungi Gunung Tsur yang terletak 4 kilometer dari Masjidil Haram. Awalnya, saya tak mendaki bukit batu yang jalannya sangat terjal itu. Terlebih, suhu kota Makkah hari itu mencapai 41 derajat celcius.

Namun, rasa ingin tahu yang membuncah membuat saya nekad untuk mendaki Gunung Tsur yang masyhur itu.  Begitu sampai di kaki gunung, kami disambut oleh petugas perlindungan tempat bersejarah Arab Saudi. 

‘’Marhaba… Indonesia, apa kabar?’’ sapa seorang petugas. Mereka lalu memberi kami brosur dan CD tentang Bukit Tsur. ‘’Hadiah… hadiah…’’ kata petugas berpakaian khas Arab sembari mengambilkan kantong untuk tempat brosur, buku, serta CD.

Jam menunjukkan pukul 11.00. Terik matahari yang sangat panas membuat tujuh anggota rombongan mundur. Mereka memutuskan untuk tak mendaki Gunung Tsur. Saya bersama wartawan senior Antara, Jhonny Tarigan memutuskan untuk mendaki gunung itu demi melihat Gua Tsur. 

Sebelum mendaki, saya meminjam air mineral milik wartawan Indopos, Riko Noviantoro yang memilih mundur.  Perjalanan pun dimulai. Setapak demi setapak jalan menuju  Gunung Tsur saya lalui.  Berbeda dengan jalur menuju Jabal Nur, tangga menuju Gua Tsur masih batu-batu yang terjal. 

Agar tak terlalu panas, saya mengikatkan handuk kecil di kepala. Tak mudah mendaki Gunung Tsur di siang bolong. Selain harus menaklukkan jalur yang terjal, panas matahari yang menyengat membuat saya harus berkali-kali berlindung di tepi lereng batu. 

Sebenarnya, waktu yang paling tepat untuk mendaki gunung-gunung di Kota Makkah adalah pagi hari, selepas shalat Subuh. Ketika saya mendaki, jamaah haji dari berbagai negara justru sudah mulai turun dari puncak Gunung Tsur.

Sepanjang perjalanan, kami saling mengucap salam dan bersalaman dengan jamaah haji dari berbagai negara. Pendakian yang saya lakukan menuju puncak Bukit Tsur boleh dibilang mirip dengan perjalanan semut.  Saling mengucap salam dan bersalaman. 

Saya juga selalu menyempatkan diri untuk berbincang dengan jamaah yang ramah. Hanya untuk sekadar menanyakan negara asal dan nama. Ada jamaah  dari Turki, Pakistan, India, Uighur, Tajikistan, Nigeria, Afghanistan, Belanda dan negara-negara lainnya.

‘’Assalamualaikum. Anda dari mana?’’ Tanya saya pada sekelompok pria berkulit hitam dan bertubuh jangkung. \

‘’Nigeria. Saya Boko Haram…’’ kata seorang pria sambil bertepuk dada. ‘’Boko Haram bagus,’’ ujarnya sambil menuruni anak tangga. Boko Haram adalah kelompok Islam garis keras yang memperjuangkan penerapan syariat Islam di Nigeria  dengan cara mengangkat senjata.

Entah sudah berapa kali saya menepi untuk sekadar berlindung dari sengatan matahari. Sambil berteduh, saya memandang kota Makkah dari atas Gunung Tsur. Menara Royal Clock tampak menjulang ke angkasa.  Setelah rasa capek mulai berkurang, perjalanan kembali dilanjutkan.

Air mineral dalam botol kecil pun tak terasa sudah habis. Saya mulai was-was karena tak membawa bekal air yang cukup. Kekhawatiran  saya mulai sirna begitu di tengah perjalanan melihat tempat pemberhentian.  Ternyata ada juga pedagang air mineral dan makanan kecil. 

Saya segera membeli jus buah. Harganya dua riyal. Pedagang berkebangsaan Bangladesh itu memberi tahu perjalanan yang harus dilalui masih lumayan jauh. Sebelum melanjutkan perjalanan, saya membeli sebotol air mineral.

Semakin tinggi, jalur yang harus saya tempuh semakin terjal. Apalagi jika melihat ke puncak gunung, rasanya  agak berat untuk melanjutkan perjalanan. Namun, dengan tekad yang kuat, akhirnya saya sampai juga di puncak bukit Gunung Tsur dan bisa melihat gua yang disebut dalam Alquran surah At-Taubah ayat 40: 

”Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua…

” Gua Tsur memiliki dua pintu, dari depan dan belakang. Luasnya sekitar dua meter persegi. Saya menyempatkan diri untuk shalat Zuhur di puncak Gunung Tsur menghadap ke Ka’bah yang ada di Masjidil Haram.

Sesungguhnya, mendaki bukit batu ini bukanlah termasuk dalam sunah ataupun wajib dan rukun haji. Sehingga, jamaah tak perlu memaksakan diri untuk datang ke tempat ini, apalagi medan yang harus ditempuh sangat berat.  

Sumber: http://www.jurnalhaji.com/wijhat/tempat-bersejarah/mendaki-gunung-tsur-disiang-bolong/
By: Heri ruslan 

«
Next

Posting Lebih Baru

»
Previous

Posting Lama

About Admin

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

Asik menanjat Gua Tsur


Gua Tsur.  Tempat bersejarah yang terdapat di Kota Makkah ini menjadi salah satu tujuan wisata para jamaah haji dan umrah saat berada di Tanah Suci.  Gua Tsur terletak di puncak Gunung Tsur.

Gunung yang tinggi 458 meter itu  berada di sebelah selatan kota Makkah Al-Mukarramah.   Di gua itulah Rasulullah SAW bersama Abu Bakar  Shiddieq bersembunyi selama  tiga hari dari kejaran  kaum kafir Quraisy, ketika hijrah ke Madinah Al-Munawwarah. 

Sabtu (13/10) siang,  saya bersama rombongan petugas Media Center Haji mengunjungi Gunung Tsur yang terletak 4 kilometer dari Masjidil Haram. Awalnya, saya tak mendaki bukit batu yang jalannya sangat terjal itu. Terlebih, suhu kota Makkah hari itu mencapai 41 derajat celcius.

Namun, rasa ingin tahu yang membuncah membuat saya nekad untuk mendaki Gunung Tsur yang masyhur itu.  Begitu sampai di kaki gunung, kami disambut oleh petugas perlindungan tempat bersejarah Arab Saudi. 

‘’Marhaba… Indonesia, apa kabar?’’ sapa seorang petugas. Mereka lalu memberi kami brosur dan CD tentang Bukit Tsur. ‘’Hadiah… hadiah…’’ kata petugas berpakaian khas Arab sembari mengambilkan kantong untuk tempat brosur, buku, serta CD.

Jam menunjukkan pukul 11.00. Terik matahari yang sangat panas membuat tujuh anggota rombongan mundur. Mereka memutuskan untuk tak mendaki Gunung Tsur. Saya bersama wartawan senior Antara, Jhonny Tarigan memutuskan untuk mendaki gunung itu demi melihat Gua Tsur. 

Sebelum mendaki, saya meminjam air mineral milik wartawan Indopos, Riko Noviantoro yang memilih mundur.  Perjalanan pun dimulai. Setapak demi setapak jalan menuju  Gunung Tsur saya lalui.  Berbeda dengan jalur menuju Jabal Nur, tangga menuju Gua Tsur masih batu-batu yang terjal. 

Agar tak terlalu panas, saya mengikatkan handuk kecil di kepala. Tak mudah mendaki Gunung Tsur di siang bolong. Selain harus menaklukkan jalur yang terjal, panas matahari yang menyengat membuat saya harus berkali-kali berlindung di tepi lereng batu. 

Sebenarnya, waktu yang paling tepat untuk mendaki gunung-gunung di Kota Makkah adalah pagi hari, selepas shalat Subuh. Ketika saya mendaki, jamaah haji dari berbagai negara justru sudah mulai turun dari puncak Gunung Tsur.

Sepanjang perjalanan, kami saling mengucap salam dan bersalaman dengan jamaah haji dari berbagai negara. Pendakian yang saya lakukan menuju puncak Bukit Tsur boleh dibilang mirip dengan perjalanan semut.  Saling mengucap salam dan bersalaman. 

Saya juga selalu menyempatkan diri untuk berbincang dengan jamaah yang ramah. Hanya untuk sekadar menanyakan negara asal dan nama. Ada jamaah  dari Turki, Pakistan, India, Uighur, Tajikistan, Nigeria, Afghanistan, Belanda dan negara-negara lainnya.

‘’Assalamualaikum. Anda dari mana?’’ Tanya saya pada sekelompok pria berkulit hitam dan bertubuh jangkung. \

‘’Nigeria. Saya Boko Haram…’’ kata seorang pria sambil bertepuk dada. ‘’Boko Haram bagus,’’ ujarnya sambil menuruni anak tangga. Boko Haram adalah kelompok Islam garis keras yang memperjuangkan penerapan syariat Islam di Nigeria  dengan cara mengangkat senjata.

Entah sudah berapa kali saya menepi untuk sekadar berlindung dari sengatan matahari. Sambil berteduh, saya memandang kota Makkah dari atas Gunung Tsur. Menara Royal Clock tampak menjulang ke angkasa.  Setelah rasa capek mulai berkurang, perjalanan kembali dilanjutkan.

Air mineral dalam botol kecil pun tak terasa sudah habis. Saya mulai was-was karena tak membawa bekal air yang cukup. Kekhawatiran  saya mulai sirna begitu di tengah perjalanan melihat tempat pemberhentian.  Ternyata ada juga pedagang air mineral dan makanan kecil. 

Saya segera membeli jus buah. Harganya dua riyal. Pedagang berkebangsaan Bangladesh itu memberi tahu perjalanan yang harus dilalui masih lumayan jauh. Sebelum melanjutkan perjalanan, saya membeli sebotol air mineral.

Semakin tinggi, jalur yang harus saya tempuh semakin terjal. Apalagi jika melihat ke puncak gunung, rasanya  agak berat untuk melanjutkan perjalanan. Namun, dengan tekad yang kuat, akhirnya saya sampai juga di puncak bukit Gunung Tsur dan bisa melihat gua yang disebut dalam Alquran surah At-Taubah ayat 40: 

”Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua…

” Gua Tsur memiliki dua pintu, dari depan dan belakang. Luasnya sekitar dua meter persegi. Saya menyempatkan diri untuk shalat Zuhur di puncak Gunung Tsur menghadap ke Ka’bah yang ada di Masjidil Haram.

Sesungguhnya, mendaki bukit batu ini bukanlah termasuk dalam sunah ataupun wajib dan rukun haji. Sehingga, jamaah tak perlu memaksakan diri untuk datang ke tempat ini, apalagi medan yang harus ditempuh sangat berat.  

Sumber: http://www.jurnalhaji.com/wijhat/tempat-bersejarah/mendaki-gunung-tsur-disiang-bolong/
By: Heri ruslan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar