Jemaah tua dan berisiko tinggi naik mobil golf di bandara (dok. Media Center Haji) |
Siapa Icha? Penasaran? Icha, adalah panggilan untuk petugas haji bernama Risa Ariyani. Sejak kedatangan hingga kepulangan jemaah, waktunya dihabiskan di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Icha spesialisasi jemaah tua dan berisiko tinggi.
Bersama rekan duetnya, Elis, Icha biasa mengurus jemaah haji tua dengan berbagai kondisi. Begitu melihat jemaah tua, keduanya akan sigap membantu, seperti menggantikan baju, mengganti pampers, memandikan, membersihkan kotoran di tubuh jemaah dan sebagainya. Icha dan Elis dengan sabar dan senyum menghadapi jemaah.
Bersama rekan duetnya, Elis, Icha biasa mengurus jemaah haji tua dengan berbagai kondisi. Begitu melihat jemaah tua, keduanya akan sigap membantu, seperti menggantikan baju, mengganti pampers, memandikan, membersihkan kotoran di tubuh jemaah dan sebagainya. Icha dan Elis dengan sabar dan senyum menghadapi jemaah.
"Saya nggak pernah berpikir macam-macam, pokoknya membantu. Pengalaman tugas ini tidak akan terlupakan," kata Icha menceritakan suka dukanya sebagai petugas haji.
Meski tidak menuntut balas, ternyata banyak jemaah yang teringat akan dedikasinya. Icha bercerita, beberapa hari sebelum berakhirnya operasional haji, ia membantu jemaah packing untuk menghadapi sweeping oleh petugas maskapai Garuda Indonesia.
"Saya lihat ada ibu-ibu sedang tiduran, kakinya dinaikkan dan disandarkan ke kursi rodanya. Suaranya lirih manggil-manggil mbak... mbak...," tutur Icha.
Icha kemudian didatangi anak si ibu yang mendampingi selama di tanah suci. "Dia tanya, mbak masih ingat nggak, ibu saya panggil-panggil mbak," kata Icha yang kemudian mendatangi si Ibu.
Begitu bertemu muka, si ibu dengan susah payah mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya karena pernah memandikannya saat baru tiba di bandara dan membantunya memakaikan baju ihram.
"Ibu itu lalu bilang, 'mana ada yang mau mandiin saya'," kata Icha. Sang anak lalu bercerita, bahwa ibunya selalu terkenang dedikasi petugas yang memandikannya. Bahkan, pengalaman itu ia ceritakan ke setiap jemaah yang ditemuinya selama beribadah haji. "Katanya, nggak menyangka ada petugas yang mau memandikannya. Kata anaknya, si ibu selalu berdoa supaya ketemu saya lagi sebelum pulang. Mau nyium. Doanya kesampaian," kata Icha yang sempat ditugaskan di tempat lain sebelum kembali ke bandara. Icha sendiri terenyuh dengan perlakuan jemaah itu terhadapnya.
Pengalaman lainnya yang kerap membuat ia terenyum sendiri jika mengingatnya adalah melayani jemaah yang tidak bisa berbahasa Indonesia. "Setengah mati kadang mikir apa yang diomongin jemaah. Biasanya jemaah asal Aceh atau Lombok. Kalau jemaah Ujung Pandang lain lagi, nggak mau ganti baju di kamar mandi, kekeuh di tempat tunggu yang terbuka," kata dia.
Petugas lain, Junaedi Hasan Yusuf, punya pengalaman lain dengan jemaah. Kebetulan dia ditempatkan di bagian katering. Tapi saat kepulangan ia sering dimarahi dan dikomplain jemaah yang tidak diajak city tour di Jeddah.
"Begitu datang, jemaah marah-marah, kok nggak diajak ziarah dan sebagainya," kata dia.
Terkait tugasnya sendiri di bagian katering, menurut Junaedi, secara keseluruhan berjalan lancar, hanya sesekali saja katering terlambat atau nasinya kurang, sehingga membuat jemaah resah. "Kalau sudah begini kita kalang kabut," kata dia. (Viva.co.id)
Meski tidak menuntut balas, ternyata banyak jemaah yang teringat akan dedikasinya. Icha bercerita, beberapa hari sebelum berakhirnya operasional haji, ia membantu jemaah packing untuk menghadapi sweeping oleh petugas maskapai Garuda Indonesia.
"Saya lihat ada ibu-ibu sedang tiduran, kakinya dinaikkan dan disandarkan ke kursi rodanya. Suaranya lirih manggil-manggil mbak... mbak...," tutur Icha.
Icha kemudian didatangi anak si ibu yang mendampingi selama di tanah suci. "Dia tanya, mbak masih ingat nggak, ibu saya panggil-panggil mbak," kata Icha yang kemudian mendatangi si Ibu.
Begitu bertemu muka, si ibu dengan susah payah mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya karena pernah memandikannya saat baru tiba di bandara dan membantunya memakaikan baju ihram.
"Ibu itu lalu bilang, 'mana ada yang mau mandiin saya'," kata Icha. Sang anak lalu bercerita, bahwa ibunya selalu terkenang dedikasi petugas yang memandikannya. Bahkan, pengalaman itu ia ceritakan ke setiap jemaah yang ditemuinya selama beribadah haji. "Katanya, nggak menyangka ada petugas yang mau memandikannya. Kata anaknya, si ibu selalu berdoa supaya ketemu saya lagi sebelum pulang. Mau nyium. Doanya kesampaian," kata Icha yang sempat ditugaskan di tempat lain sebelum kembali ke bandara. Icha sendiri terenyuh dengan perlakuan jemaah itu terhadapnya.
Pengalaman lainnya yang kerap membuat ia terenyum sendiri jika mengingatnya adalah melayani jemaah yang tidak bisa berbahasa Indonesia. "Setengah mati kadang mikir apa yang diomongin jemaah. Biasanya jemaah asal Aceh atau Lombok. Kalau jemaah Ujung Pandang lain lagi, nggak mau ganti baju di kamar mandi, kekeuh di tempat tunggu yang terbuka," kata dia.
Petugas lain, Junaedi Hasan Yusuf, punya pengalaman lain dengan jemaah. Kebetulan dia ditempatkan di bagian katering. Tapi saat kepulangan ia sering dimarahi dan dikomplain jemaah yang tidak diajak city tour di Jeddah.
"Begitu datang, jemaah marah-marah, kok nggak diajak ziarah dan sebagainya," kata dia.
Terkait tugasnya sendiri di bagian katering, menurut Junaedi, secara keseluruhan berjalan lancar, hanya sesekali saja katering terlambat atau nasinya kurang, sehingga membuat jemaah resah. "Kalau sudah begini kita kalang kabut," kata dia. (Viva.co.id)